Satukanal.com, Kota Malang – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang masih dalam tahap pengusulan besaran Upah Minimum Kota (UMK) ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Besaran UMK yang diajukan oleh Pemkot Malang berada di angka Rp3.210.350, atau mengalami kenaikan sebesar 7,22 persen dengan selisih Rp216.206 dibandingkan tahun sebelumnya.
“Sudah ditentukan untuk Kota Malang koefisiennya ada 3, yakni 0.1, 0.2, atau 0.3. Kita pakai usulan yang 0.1, ada kenaikan menjadi Rp3.210.350. Tapi keputusan tetap kita menunggu SK dari Gubernur Jawa Timur, tapi hari ini sudah dikirim langsung ke provinsi,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, Selasa (29/11/2022).
Sebagai informasi, kenaikan UMK tersebut diberlakukan dengan mengikuti Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja No 18 tahun 2022 mengenai Penetapan Upah Minimum tahun 2023.
Di dalam Permen tersebut juga terdapat mekanisme dalam mempertimbangkan kenaikan upah minimum, serta kenaikan tersebut dipengaruhi salah satunya tingkat inflasi.
Awalnya memang sempat terjadi perbedaan pendapat antara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Serikat Buruh Kota Malang.
Dari Serikat Buruh Kota Malang menghendaki kenaikan UMK mencapai 10 persen, namun dari pihak Apindo hanya 4,69 persen.
“Dari Pemkot kita ambil tengahnya sesuai dengan Permen tadi. Pak Wali Kota menghendaki di koefisien 0.1, mempertimbangkan kalau nanti terlalu tinggi takutnya ada PHK,” papar Arif.
Saat ini, lanjut Arif, pihaknya masih menunggu keputusan dari Gubernur Jawa Timur hingga awal bulan Desember 2022 nanti.
Meskipun dari Pemkot Malang telah memberikan usulan terkait hal tersebut, namun tidak menutup kemungkinan pemerintah provinsi memiliki keputusan lain.
Belum lagi semua keputusan akan memiliki konsekuensi yang tinggi. Apabila menaikkan UMK di angka yang cukup tinggi, kesejahteraan buruh memang dapat meningkat, namun dikhawatirkan justru terjadi PHK besar-besaran.
Sebaliknya, apabila UMK hanya mengalami kenaikan di angka yang relatif kecil dikhawatirkan dapat memicu pergolakan para buruh.
“Keputusannya tinggal di gubernur, mau acc dari usulan kita atau ada usulan lain dari provinsi. Saya kira risikonya pasti banyak, karena kita berdiri di tengah, tidak membela Apindo maupun Serikat Buruh, semua mempunyai konsekuensi yang tinggi, makanya kita ambil tengah-tengah,” sebut Arif.
Pewarta: Lutfia
Editor: U Hadi