Satukanal.com, Nasional– Pemberian vaksin booster Covid-19 atau vaksinasi Covid-19 dosis ketiga akan mulai diberikan pada 12 Januari mendatang oleh pemerintah.
Vaksin dosis ketiga ini nantinya akan diberikan pada kelompok masyarakat usia dewasa di atas 18 dan telah mendapatkan vaksin dosis kedua denan jangka waktu lebih dari 6 bulan.
Menurut Menteri Kesehatan Budi Sadikin, pemberian vaksin ini juga akan disesuaikan dengan rekomendasi dari Organisasi kesehatan Dunia (WHO).
“Ini akan diberikan dengan jangka waktu di atas enam bulan sesudah dosis kedua. Kami identifikasi sudah ada sekitar 21 juta sasaran di bulan Januari yang sudah masuk ke kategori ini,” ujarnya dikutip dari presidenri.go.id.
Lebih lanjut, Budi mengatakan bahwa sasaran di bulan Januari yang sudah masuk di kategori ini yakni sekitar 21 juta orang.
Terkait kriteria daerah yang bisa menyuntikkan vaksinasi dosis ketiga ini akan diberikan pada kabupaten/kota yang sudah memenuhi 70 persen suntikan pertama dan 60 persen dosis kedua.
“Jadi sampai sekarang ada 244 kabupaten/kota yang sudah memenuhi kriteria tersebut,” ujar Budi.
Pemerintah, ujar Budi, juga telah mengamankan stok vaksin booster Covid-19 sekitar 113 juta dosis dari total kebutuhan sebanyak 230 juta dosis.
Kemudian, untuk jenis vaksin yang akan digunakan akan diputuskan setelah adanya rekoemndasi dari Indonesian Technical Advisory Grooup on Immunization (ITAGI) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Jenis booster-nya nanti akan kita tentukan ada yang homolog atau jenisnya sama, ada yang heterolog jenis vaksinya berbeda. Ya mudah-mudahan nanti akan bisa segera diputuskan tanggal 10 sudah keluar rekomendasi dari ITAGI dan BPOM,” tuturnya.
Sebagai informasi, suntikan vaksin dosis ketiga ini bisa berplatform homologous (vaksin yang sama dengan dosis satu dan dua) maupun heterologous (vaksin yang berbeda dengan dua suntikan sebelumnya).
Setidaknya, ada tujuh kombinasi yang sedang diuji untuk menentukan skema vaksinasi booster. Di antaranya, empat tipe homologous, yaitu kombinasi dosis pertama dan kedua vaksin Sinovac dengan booster Sinovac, dosis pertama dan kedua vaksin Sinopharm dengan booster Sinopharm, dosis pertama dan kedua vaksin Moderna dengan booster Pfizer, serta dosis pertama dan kedua vaksin Pfizer dengan booster Pfizer.
Lalu, tiga tipe heterologous, yakni dosis pertama dan kedua vaksin Sinovac dengan booster AstraZeneca/Moderna/Pfizer, dosis pertama dan kedua vaksin Sinopharm dengan booster AstraZeneca/Moderna/Pfizer, serta dosis pertama dan kedua vaksin AstraZeneca dengan booster Pfizer
Budi menyebut, pemerintah tertarik dengan kebijakan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika atau FDA dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDC Amerika Serikat yang merekomendasikan vaksinasi booster dengan merek Moderna sebanyak setengah dosis.
Dengan asumsi vaksin Moderna dan Pfizer dapat digunakan sebanyak setengah dosis, Budi menyebut stok vaksin booster yang telah ada sudah mencukupi.
“Kalau tidak ada beda dari sisi efektivitasnya, kita bisa gunakan half-dose, maka kemungkinan besar seluruh kebutuhan vaksin booster bisa dipenuhi dari yang gratis,” ujar dia.
Meski demikian, Budi menyampaikan bahwa opsi-opsi ini masih harus didiskusikan sembari menunggu kajian ITAGI rampung. ITAGI bersama sejumlah pakar dari Universitas Padjadjaran dan Universitas Indonesia tengah menguji coba penggunaan vaksin berbeda merek sebagai penguat imun terhadap virus corona.
Sementara itu, mekanisme pemberian vaksin booster berbasis PBI dan non-PBI. Vaksin booster gratis akan diberikan kepada masyarakat yang masuk dalam kelompok penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
Dananya akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sisanya, individu yang ingin mendapatkan vaksin booster harus membayar. Pemerintah belum menetapkan tarif vaksin dosis ketiga untuk kelompok berbayar.
Menkes pun kembali mengingatkan untuk terus mempercepat vaksinasi dan menghabiskan stok vaksin dosis pertama dan kedua yang telah tersedia, terutama bagi provinsi yang belum mencapai target capaian vaksinasi. (Adinda)