Pada tahun 2020, Raperda tentang Disabilitas di Kabupaten Kediri sudah digulirkan. Draf Raperda akan dimasukkan dalam program pembentukan peraturan daerah 2022. Akankah DPRD Kabupaten Kediri bulat mendukung penetapan Perda Perlindungan Disabilitas?
DARI elemen masyarakat, suara Peraturan Daerah tentang Perlindungan Disabilitas ini muncul. Adalah Perkumpulan Disabilitas Kabupaten Kediri (PDKK) yang menggaungkan sejak 2019. Setelah itu, pembahasan perlindungan disabilitas ini masuk ke gedung parlemen.
DPRD Kabupaten Kediri menggelar audiensi dengan sejumlah aktivis lembaga penyandang disabilitas di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Kediri pada hari Rabu (21/10/2020). Lembaga itu antara lain; Perkumpulan Disabilitas Kabupaten Kediri (PDKK), Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkain) dan Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) dan LSM Suar Indonesia.
“Kami menyadari sepenuhnya bahwa segala bentuk aspirasi, saran dan masukan dari Bapak Ibu semua akan sangat berarti dalam mendorong proses penyiapan Raperda tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas di Kabupaten Kediri guna mewujudkan Kabupaten Kediri Ramah Disabilitas” kata Dodi Purwanto, ketua DPRD Kabupaten Kediri.
Sebelumnya, Fraksi Nasional Demokrat DPRD Kabupaten Kediri telah memberanikan diri menjadi pemrakarsa Raperda Perlindungan Disabilitas. Dengan dukungan dari berbagai kalangan di DPRD, eksekutif, berbagai elemen masyarakat serta stakeholder, Raperda perlindungan disabilitas ini diharapkan dibahas di paripurna DPRD Kabupaten Kediri pada tahun 2022.
“Sudah diusulkan Nasdem kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD. Dan raperda ini sudah dimasukkan dalam program pembentukan peraturan daerah 2022. Penyempurnaan naskah akademi tahun ini selesai. Diharapkan tahun depan, raperda ini bisa dibahas DPRD dan eksekutif. Setelah itu, akan dibawa ke paripurna untuk dimintai persetujuan oleh seluruh anggota DPRD,” kata Lutfi Mahmudiono, ketua Fraksi Nasdem DPRD.
Mulanya, Fraksi Nasdem berkomunikasi dengan forum disabilitas di Kabupatèn Kediri. Dari hasil diskusi, Fraksi Nasdem memandang Perda disabilitas ini diperlukan karena penyandang memerlukan perlindungan supaya mendapatkan haknya untuk hidup secara wajar. Undang-undang nomor 8/2016 tentang perlindungan disabilitas menjadi acuan, sedangkan perda mengatur hal yang lebih teknis.
“Di dalam Perda ada konsideran yuridis, konsideran filosofis dan sosiologis. Perda akan memunculkan kearifan lokal hal-hal yang pokok dalam Undang-undang disabilitas, faktor faktor sosiologis di Kabupaten Kediri yang perlu diatur. Sehingga para disabilitas ini bisa hidup nyaman layak sebagaimana masyarakat pada umumnya,” katanya
Perda akan lebih mengikat pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan bagi penyandang disabilitas. Misalnya, menurut Lutfi, seharusnya pemerintah daerah harus menganggarkan peningkatan kapasitas peningkatan ekonomi dan pemberdayaan untuk para disabilitas, memberikan kesempatan kerja bagi para disabilitas.
“Seharusnya juga diatur dalam perda supaya orang tua hebat penyandang disabilitas ini bisa melindungi dan mengayomi putra-putrinya, sehingga bisa hidup secara mandiri. Itu salah satu contoh item perda,” katanya.
Dalam raperda akan diatur bagaimana agar disabilitas bisa memperoleh hak pendidikannya di sekolah umum. Realisasinya, perlu ada aturan, bagaimana sekolah umum menyiapkan sarana dan prasarana untuk para disabilitas. “Dan sekolah umum dilarang menolak siswa yang disabilitas,” papar Lutfi.
Perda akan mengikat semua pihak di daerah untuk menjalankan. Semisal berkaitan dengan fasilitas publik yang ramah disabilitas. Tak hanya pemerintah, swasta juga harus tertib sesuai dengan perda. Bahkan, jika tak menjalankan, mereka dapat menerima sanksi. “Kemarin sudah kita bahas ada sanksi. Semisal ada pihak swasta yang tidak melengkapi, sesuai dengan perda. Itu akan diberi sanksi,” kata Lutfi.
Harapannya, dengan penerapan perda ini, menurut Lutfi, penyandang disabilitas akan mendapatkan hidup yang layak. Hak-haknya diakomodir, serta peningkatan kapasitas dirinya difasilitasi sehingga penyandang disabilitas bisa menyangga ekonomi secara mandiri.
Perda Memberikan Solusi bagi Seluruh Masalah Penyandang Disabilitas
Jalan untuk mewujudkan Perda perlindungan disabilitas ini harus melalui pembuatan naskah akademik. Pembuatan naskah akademik ini melibatkan akademisi dari Universitas Airlangga Surabaya.
Dr Erna Setyowati, staf pengajar Universitas Airlangga yang membuat naskah akademik raperda disabilitas menyatakan, pihaknya kerap melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk proses pembuatan naskah akademik.
Dia menjelaskan alur pembuatan naskah akademik ini. Awalnya, lanjut Erna, semua perwakilan disabilitas hadir dan dibantu LSM Suar. “Peraturan daerah akan efektif, kalau memang dalam pasal pasalnya spesifik sasarannya siapa,” kata Erna.
Erna meminta perwakilan disabilitas menyampaikan masalah apa yang mereka hadapi. Kemudian, dia mendata. Berbagai masalah itu dituangkan dalam pasal demi pasal raperda. Kemudian pasal-pasal itu dikomunikasikan dengan instansi terkait, seperti dinas sosial dan DPRD. Menurut Erna, kalau sudah menjadi Perda, penerapannya perlu dikawal. Karena perlu aturan teknis seperti Perbup, lantas sosialisasi kepada masyarakat. “Agar bisa diterapkan, prosesnya masih panjang,” ujarnya.
Dia menyebutkan, banyaknya sarana publik yang kurang bisa diakses oleh disabilitas, Semisal toilet umum yang pintunya tak bisa diakses kursi roda, lalu traffic light yang hanya menunjukkan warna dan tak diakses disabilitas tuna netra, karena tak ada suara. “Lalu, banyak teman yang mengeluhkan, taman taman kota tidak pro disabilitas, tak bisa leluasa memanfaatkan di situ,” ujarnya.
Penerapan Perda diharapkan dapat memberikan solusi terhadap beragam masalah yang penyandang disabilitas. Erna Setyowati menyebutkan sederet masalah disabilitas mulai dari problematika pribadi, keluarga, masyarakat dan negara. Penyandang disabilitas kerap dihantui oleh sikap yang apatis, apalagi mereka yang dikucilkan oleh keluarga serta dicap stigma negatif oleh masyarakat.
“Sementara yang berkaitan dengan negara, disabilitas banyak bermasalah dengan akses pelayanan publik, informasi dan pendidikan. Itu umum terjadi di Indonesia,” ungkap Erna.
Hal itu, menurut Erna, sudah diantisipasi dalam UU no 8/2016. Seharusnya, dengan pemberlakuan UU itu, sarana publik harus bisa diakses oleh disabilitas, sayangnya UU itu tak dikuatkan dengan aturan di bawahnya sebagai peraturan penjelas.
Di Jawa Timur, dari 38 kota/kabupten hanya 8-9 daerah yang memiliki masih Perda disabilitas. “Alhamdulillah, Kabupaten Kediri sudah concern pada teman teman disabilitas, Raperdanya sudah bergulir di prolegda DPRD,” ujarnya.
Penggodokan Raperda sudah bergulir setahun belakangan ini. Maka, khalayak patut menanti apakah wakil rakyat menunjukkan komitmen untuk memprioritaskan penetapan Perda Perlindungan Disabilitas. (Danu Sukendro)
Ketika Undang-Undang Tak Bertaji, Aktivis Perlindungan Disabilitas di Kabupaten Kediri Beraksi
Menguji Komitmen Legislatif untuk Memperjuangkan Perlindungan Hak-hak Disabilitas
Pemkab Kediri Lontarkan Sinyal Positif Dukung Raperda Perlindungan Disabilitas