Satukanal.com, Kota Malang – Fenomena pernikahan dini masih saja terjadi di Kota Malang, Jawa Timur. Kendati, jumlah kasusnya disebut-sebut tidak terlalu banyak.
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Lowokwaru Kota Malang, Anas Fauzi, menyebut selama dirinya menjabat sejak lima tahun lalu, tercatat ada tiga kasus pernikahan dini di Kecamatan Lowokwaru.
“Kasus pernikahan dini di Kota Malang ini tidak banyak. Selama saya lima tahun di Lowokwaru, pernikahan dini hanya ada tiga kasus, dan penyebabnya karena salah bergaul, kebablasan, hamil di luar nikah. Kalau lebih dari itu jarang,” ujar Anas, Selasa (3/1/2023).
Dilansir dari laman Kementerian Agama Kota Malang, kasus pernikahan dini di Kota Malang sepanjang tahun 2022 didominasi pengantin perempuan dengan usia di bawah 19 tahun, totalnya mencapai 107 orang.
Sedangkan untuk pengantin laki-laki yang menikah di usia dini ada sebanyak 25 orang, dengan usia di bawah 19 tahun.
Terkait kasus pernikahan dini ini, Anas lantas menyinggung perihal pemalsuan umur calon mempelai. Menurutnya, di era sekarang ini upaya pemalsuan umur sudah tidak mungkin dilakukan.
“Kalau terkait usia yang dituakan itu sekarang sudah sulit karena sudah ada e-KTP, sehingga tidak bisa semudah itu,” jelas pria yang sempat viral di media sosial karena pesan moral yang disampaikan dalam momen-momen pernikahan tersebut.
Anas melanjutkan, pernikahan merupakan sesuatu yang indah dan memiliki nilai-nilai kesakralan. Pernikahan dini, kata dia, menyebabkan nilai-nilai tersebut dapat terciderai dan mengalahkan keabsahan pernikahan.
“Nikah itu sesuatu yang indah, jangan diciderai dengan apapun baik usia yang kurang, persyaratan yang tidak lengkap, biodata palsu. Oleh karena itu ayo berpendidikan yang cukup, sekolah dahulu, kursus dulu, kerja dulu, nikahnya nanti dulu, setelah itu spiritualnya dikuatkan, ibadah kepada Allah,” papar Anas.
Menurut Anas, banyak hal yang harus disiapkan untuk calon-calon pengantin seperti psiko sosial, psikologis, hingga biologis.
Dari sisi psiko sosial, lanjutnya, calon pengantin harus dapat menerima kebiasaan pasangan dengan rendah hati, kolaborasi, hingga karakter rohani yang jujur.
“Dari sisi psikologis yakin dan percaya bahwa sebaik-baiknya orang pasti ada buruknya, dan seburuk-buruknya orang pasti ada baiknya. Artinya mau mengerti kekurangan diri dan mau menerima kehebatan orang lain. Terakhir biologis, pendidikan sudah bagus, psiko sosial juga, tapi kalau tidak punya nafsu birahi juga untuk apa. Maka diperlukan makanan dan minuman yang halal biar terjaga,” imbuhnya.
Pewarta: Lutfia
Editor: U Hadi