omo77omo77omo777omo777omo777omo777omo777omo777winrate777winrate777winrate777UnogoalSPBOSPBOatlasbet88atlasbet88atlasbet88macanasia88macanasia88macanasia88cuanwin138cuanwin138cuanwin138Judi Bolaslot88slot gacorslot danaslot demoslot pulsaslot maxwinrtp slot
Slot GacorSlot DanaSlot PulsaBandar TogelToto Togelslot88Slot DemoSlot Totortp slotJudi BolaSlot RecehSlot MaxwinSlot BonusRaja SlotSlot ZeusSlot HokiSlot Deposit 25kSlot Depo 10kSlot Depo 5kSlot Garansi Kekalahanspbounogoalnowgoalsbobet88Sv388Agen777Agen88Asia88bet88Slot77Slot4dslot303jackpot88Joker123Pay4dIDN PokerIDN SlotMPO SlotNexus SlotUG SlotInfini88Mahjong Ways Slotparlay bolaData SgpData MacauData HkData SydneyData JepangData ChinaData KambojaData TaipeiDominoqqPkv GamesBocoran Admin JarwoBocoran Admin RikiBocoran Admin BagusBocoran Admin DikaSlot Server LuarAkun Pro ThailandAkun Pro KambojaAkun Pro JepangAkun Pro RusiaAkun Pro MalaysiaAkun Pro TaiwanAkun Pro HongkongAkun Pro SingaporeAkun Pro MyanmarAkun Pro VietnamAkun Pro AmerikaSlot Server ThailandSlot Server KambojaSlot Server JepangSlot Server RusiaSlot Server MalaysiaSlot Server TaiwanSlot Server HongkongSlot Server SingaporeSlot Server MyanmarSlot Server Vietnam
Slot GacorSlot DanaSlot PulsaBandar TogelToto Togelslot88Slot DemoSlot Totortp slotJudi BolaSlot RecehSlot MaxwinSlot BonusRaja SlotSlot ZeusSlot HokiSlot Deposit 25kSlot Depo 10kSlot Depo 5kSlot Garansi Kekalahanspbounogoalnowgoalsbobet88Sv388Agen777Agen88Asia88bet88Slot77Slot4dslot303jackpot88Joker123Pay4dIDN PokerIDN SlotMPO SlotNexus SlotUG SlotInfini88Mahjong Ways Slotparlay bolaData SgpData MacauData HkData SydneyData JepangData ChinaData KambojaData TaipeiDominoqqPkv GamesBocoran Admin JarwoBocoran Admin RikiBocoran Admin BagusBocoran Admin DikaSlot Server LuarAkun Pro ThailandAkun Pro KambojaAkun Pro JepangAkun Pro RusiaAkun Pro MalaysiaAkun Pro TaiwanAkun Pro HongkongAkun Pro SingaporeAkun Pro MyanmarAkun Pro VietnamAkun Pro AmerikaSlot Server ThailandSlot Server KambojaSlot Server JepangSlot Server RusiaSlot Server MalaysiaSlot Server TaiwanSlot Server HongkongSlot Server SingaporeSlot Server MyanmarSlot Server Vietnam
SATUKANAL.COM
BERITA Kanal Artikel Kanal Feature Kanal Riset

Kolaborasi PP OTODA-UB, LPHP-UB, bersama Satukanal Riset dan Pengembangan dalam penyelenggaraan Intensive Course Legislative Drafting (ICLD) Batch VIII

Malang, 27 Juli 2023 Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PP OTODA) bersama Lembaga Pegembangan Hukum Pemerintahan (LPHP) dan Satukanal Riset dan Pengembangan telah melaksanakan Intensive Course Legislative Drafting (ICLD) Batch VIII bertajuk “Tata Kelola Regulasi Daerah dalam Perkembangan Hukum Nasional-Daerah Pasca Penetapan UU Cipta Kerja”. Kegiatan diskusi ini berlangsung selama 3 hari sejak tanggal 27 hingga 29 Juli 2023. Pada hari pertama ini, kegiatan diskusi berhasil diselenggarakan dengan dihadiri sekitar 110 partisipan yang mengundang akademisi, perwakilan instansi pemerintahan daerah, dan tokoh masyarakat untuk berdiskusi bersama terkait tantangan, hambatan, dan tantangan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia menyusul terbentuknya UU Cipta Kerja. Sebanyak 9 narasumber diundang dalam diskusi kali ini, dimana di sesi pertama di hari pertama diisi oleh Bapak Dr. Ngesti Dwi Prasetyo, S.H., M.Hum.

Diskusi tersebut dimulai dengan penyampaian materi mengenai Perkembangan Pemerintahan Daerah dan Regulasi di Daerah dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Daerah. Menurutnya, ada 5 poin penting yang menjadi pembahasan utama dalam pemaparan tersebut, diantaranya yakni :

  • Reformasi Administrasi dan Birokrasi
  • Peningkatan Partisipasi dan Kepercayaan Publik
  • Kerjasama Antar Pemerintah Daerah
  • Peningkatan Kapasiras Daerah
  • Penerapan Diskresi

Dalam pemaparan poin pertama, terdapat beberapa catatan yang menjadi garis besar dalam membahas soal Reformasi Administrasi dan Birokrasi. Guna meningkatkan kualitas layanan publik di daerah, maka diperlukan reformasi administrasi dan birokrasi pemerintahan daerah bertujuan sehingga hal tersebut dapat berdampak pada kinerja pemerintah daerah yang lebih efektif, dan memaksimalkan pengelolaan sumber daya pembangunan berbasis kepentingan masyarakat.

Lebih lanjut, tantangan birokrasi dan administrasi yang akan dihadapi oleh pemerintahan daerah di masa depan sebagai dampak dari pengaruh masa lalu, diantanya yakni :

  1. Roadmap dalam menyusun suatu kebijakan pada pemerintahan daerah yang lebih jelas yang bisa melalui e-government guna menyatukan berbagai data dengan tersistematis
  2. Terlalu banyak aplikasi yang dibentuk oleh pemerintah sebagai salah penafsiran mengenai inovasi dalam bentuk aplikasi, serta banyaknya vendor yang mewadahi pembentukan aplikasi di pemerintahan daerah, sehingga perlu meminamilisir banyaknya aplikasi.

Pada poin kedua, pemaparan mengenai poin Peningkatan Partisipasi dan Kepercayaan Publik. Adanya partisipasi dan kepercayaan publik kepada pemerintah daerah melalui sistem kerja yang transparan, efektif, efisien, responsif, dan didukung oleh akuntabilitas yang tinggi melalui hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat dapat memperkuat hubungan dengan masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah sehingga dapat memberikan pengaruh pada pengambilan keputusan dan memberikan layanan yang responsif.

Adapun tantangan perihal adanya partisipasi dan kepercayaan publik, diantaranya yakni:

  1. Pembenahan mengenai BUMD. Sebagian pemimpin pemerintahan daerah rata-rata masih belum memberikan pelayanan BUMD secara maksimal, sehingga menimbulkan kerugian, pengelolaan yang tidak maksimal, dan kerugian-kerugian lainnya, salah satu contohnya yakni seperti halnya Perum DAM.
  2. Akses masyarakat terhadap keberadaan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Salah satunya yakni mengenai BPR yang tentu seharusnya dapat memberikan akses pada masyarakat untuk membantu secara perekonomian.
  3. Adanya BUMD yang bersifat anekausaha. Salah satunya peran BULOG yang dapat memberikan akses dalam pertanian masyarakat sehingga memberikan paradigma yang positif terhadap pengelolaan BUMD.
  4. Mencari pihak/jajaran direksi yang memiliki pemahaman secara komprehensif mengenai bisnis dan juga hubungan BUMD terhadap pemerintahan daerah.
  5. Adanya formulasi baru dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sehingga mampu dijadikan sebagai daya ungkit untuk melalukan reformasi dalam formulasi partisipasi masyarakat.
  6. Harus ada sinkronisasi dan sinergitas dengan berbagai elemen hukum di pemerintahan daerah, sehingga berpengaruh pada peran dan partisipasi masyarakat.

Pada poin ketiga mengenai Kerjasama Antar Pemerintah Daerah, dijelaskan bahwa, Sinergitas antar pemerintah yang bertumpu pada kepentingan nasional dan kepentingan masyarakat sangat diperlukan guna mencapai daya saing yang lebih optimal. Hal ini melibatkan penyusunan regulasi dan kebijakan yang fleksibel, adaptif, kreatif, dan dapat mendorong peningkatan kapasitas daerah dalam mengelola potensi daerah.

Tantangan  yang muncul berkaitan dengan kerjasama antar pemerintah daerah, yakni :

  1. Minimnya konektivitas yang diakomodir oleh Bakorwil. Bakorwil harusnya memfasilitasi kerjasama antar pemerintah daerah. Namun Bakorwil hanya berada di lingkungan provinsi, sehingga minimnya konektivitas kerjasama antar pemerintah daerah.
  2. Ego sektoral masih sering terjadi dikarenakan faktor politik antar pemerintah daerah.
  3. Masing-masing pemerintah daerah tidak memiliki perencanaan dan ide.
  4. Ketidaksinkronan perencanaan. Salah satunya yakni mengenai akses jalan yang tidak merata antar pemerintahan daerah.

Pada poin keempat yang membahas soal Peningkatan Kapasitas Daerah. Pemerintah daerah penting kiranya untuk meningkatkan kapasitas dalam mengelola potensi daerah melalui peningkatan kompetensi sumber daya manusia, penerapan sistem pengendalian intern yang efektif, dan pemahaman yang baik terhadap regulasi sistem akuntansi pemerintahan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan sistem pengendalian intern yang baik, sehingga pemerintah daerah dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas dan dapat dipercaya.

Lebih lanjut, catatan lainnya mengenai poin tersebut yakni keberadaan Bagian Hukum atau Biro Hukum yang seharusnya memberikan skala prioritas dalam penerapan dan peningkatan kapasitas daerah.

Pada poin kelima yang memaparkan soal Penerapan Diskresi. Penerapan diskresi dalam model pelayanan publik dapat menjadi alternatif dalam hal ini memungkinkan pemerintah daerah untuk mengutamakan efektivitas dalam mencapai tujuan pelayanan publik, meskipun terdapat batasan regulasi.

Terkadang terdapat kekurangan yakni salah satunya mengenai tidak terencananya Perwali/Perbup. Seharusnya ada penyusunan dalam pengukuran dan asesmen dalam menilai kekurangan yang perlu diisi oleh perbup/perwal.

Setelah penyampaian materi juga dilakukan sesi diskusi dan partisipan juga ikut aktif dalam bertanya dan berpendapat dengan narasumber.

 

Hari pertama sesi II pelaksanaan Intensive Course Legislative Drafting Batch VIII. Terdapat serangkaian materi yang disampaikan termasuk tentang Partisipasi Bermakna dan Strategi Sinkronisasi Perencanaan dan Penyusunan Produk Hukum Daerah yang dipaparkan oleh Ria Casmi Arrsa, S.H., M.H. Selama pemaparan berlangsung beliau memaparkan bahwa peran serta masyarakat tidak bisa dipisahkan dalam proses penyusunan peraturan perundang-undanga, bentuk partisipasi ini disebut dengan meaningful participation yang merupakan bentuk implementasi amanat dari Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945, tanpa adanya turut serta dari masyarakat ini akan melahirkan produk-produk hukum yang tidak tepat dan ideal.

Selain membahas tentang meaningful participation, pemateri menjelaskan kondisi faktual terkait peraturan perundang-undangan di Indonesia, hingga saat ini Indonesia mengalami hyperregulation yaitu kondisi dimana suatu negara memiliki peraturan perundang-undangan berjumlah ribuan bahkan ratusan ribu yang saling tumpeng tindih. Memperhatikan permasalahan tersebut maka diperlukan adanya sinkronisasi yang tujuannya mengatasi permasalahan atas produk-produk hukum di daerah yang bermasalah dan “mandul” (tidak berfungsi sebagai mana mestinya) maka sebagai upaya preventif maka perlu dilakukan suatu langkah yang dapat menjadi filter.

Selama sesi yang berlangsung selama 80 menit ini tidak hanya terjadi diskusi satu arah dimana peserta menyimak pemaparan dari pemateri semata melainkan peserta pula diberikan kesempatan untuk berdialog secara langsung. Dari dialog yang dilakukan mereka berkesempatan menyampaikan permasalahan yang dialami masing-masing instansi mereka kemudia diberikan masukan secara langsung oleh pemateri. Ria Casmi Arrsa, S.H., M.H. sebagai pemateri membuat sebua ruang diskusi yang menarik kepada peserta sehingga mereka sadar betapa pentingnya Partisipasi Bermakna dan Strategi Sinkronisasi itu sendiri.

 

Hari Pertama Sesi III, materi yang disampaikan oleh narasumber Muhammad Akbar Nursasmita, S.H., M.H., menjelaskan mengenai teknik perancangan peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya teknik perancangan peraturan perundang-undangan telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 jo UU Nomor 15 Tahun 2019 jo UU Nomor 13 Tahun 2022, Perpres Nomor 87 Tahun 2014, dan Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 jo Permendagri Nomor 120 Tahun 2018. Pembentukan peraturan perundang-undangan mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Materi muatan peraturan perundang-undangan telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 jo UU Nomor 15 Tahun 2019 jo UU Nomor 13 Tahun 2022. Pasal 10 dan 11 mengatur materi muatan UU dan Perppu, Pasal 12 mengatur materi muatan PP, Pasal 13 mengatur materi muatan Perpres, serta Pasal 14 mengatur materi muatan Perda Provinsi & Kabupaten/Kota. Lebih lanjut, ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Perda Provinsi & Kabupaten/Kota.

Berdasarkan analisis dari Muhammad Akbar Nursasmita, S.H., M.H., terdapat perubahan antara ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 dengan UU Nomor 13 Tahun 2022. Perubahan ini dipicu oleh adanya metode perancangan peraturan perundangan-undangan baru diterapkan di Indonesia yaitu omnibus law. Dalam peraturan perundang-undangan yang disusun menggunakan metode omnibus law, peraturan perundang-undangan yang diubah tidak perlu dicantumkan sebagai dasar hukum.

Muhammad Akbar Nursasmita, S.H., M.H. menekankan soal substansi dalam setiap bagian peraturan perundang-undangan. Di mana dalam setiap peraturan perundang-undangan terdiri dari lima bagian yaitu judul, pembukaan, batang tubuh, penutup, serta penjelasan dan lampiran. Namun, bagian penjelasan dan lampiran tidak selalu termuat dalam peraturan perundang-undangan karena keberadaannya berdasarkan kebutuhan dari peraturan perundang-undangan terkait.

Pemaparan materi dari narasumber mendapat respon yang sangat baik dari peserta. Dalam sesi diskusi, terdapat beberapa pernyataan kritis yang disampaikan oleh peserta. Popy Praptiningtyas bertanya soal kedudukan Keputusan Presiden dalam bagian pembukaan peraturan perundang-undangan. Narasumber menjawab bahwa Keputusan Presiden tidak perlu dimasukkan ke dalam bagian pembukaan peraturan perundang-undangan.Kemudian Viky dari Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Malang bertanya soal keberadaan nomor register yang terkadang muncul dalam dokumen peraturan perundang-undangan. Muhammad Akbar Nursasmita, S.H., M.H. menanggapi bahwa keberadaan nomor register berfungsi sebagai legitimasi bahwa peraturan hukum tersebut merupakan produk hukum yang valid. Rizky dari Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Ponorogo menanyakan apakah boleh dalam satu bab hanya terdiri satu pasal saja. Narasumber memberi pencerahan bahwa sebenarnya tidak ada ketentuan yang mengatur jumlah minimal pasal, lebih lengkapnya ketentuan yang mengatur hal ini tertulis dalam lampiran dua.

 

Hari Pertama sesi ke IV, LBH Rumah Keadilan – Kota Malang (Kamis, 27 Juli 2023) telah terselenggaranya Insentive Course Legal Drafting (ICLD) Batch VIII bagi Aparatur Pemerintah Daerah se-Jawa Timur yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PPOTODA) bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Hukum Pemerintah (LPHP) dan Satukanal Riset dan Pengembangan (SRP) di Universitas Brawijaya dengan tema Tata Kelola Regulasi Daerah dalam Perkembangan Hukum Nasional-Daerah Pasca Penetapan Undang-Undang Cipta Kerja. Salah satu tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan wadah diskusi bagi seluruh peserta serta masukan kepada pihak yang berkaitan langsung (Stakeholder) dalam pembangunan hukum Nasionl dan Daerah agar lebih terarah dan terencana.

Terdapat beberapa narasumber yang dihadirkan, salah satunya yaitu Bapak M. Najih Vargholy, S.Hi., M.H dengan memaparkan Analisis dan Evaluasi Produk Hukum Daerah. Menurut Bapak Najih menganalisis dan mengevaluasi produk hukum dibutuhkan kecermatan serta keupdatetan pada suatu Undang-Undang, karena sifat Perundang-Undangan adalah statis, artinya Undang-Undang bisa kapanpun berubah. Adapun pengertian analisis dan evaluasi hukum adalah upaya mengetahui keadaan sebenarnya atas kondisi hukum yang telah ada dalam rangka memberikan penilaian untuk mengetahui apakah tujuan pembentukannya telah tercapai, sekaligus mengetahui manfaat dan dampak pelaksanaan norma hukum tersebut. Adapun tujuannya adalah mendorong proses reformasi regulasi, sehingga dapat lebih optimal dalam mengatasi permasalahan penyelenggaraan dan mendorong pelaksanaan pembangunan yang efektif dan efesien. Selain itu, terdapat tujuh dimensi dalam analisis dan evalauasi produk hukum daerah yaitu meliputi, dimensi Ketetapan Judul Produk hukum, dimensi ketetapan rumusan konsideran, dimensi kebaruan dasar hukum, dimensi disharmonisasi Peraturan Perundang-Undangan, dimensi kejelasan rumusan, dimensi efektivitas pengaturan, dan dimensi dampak UU Cipta Kerja.

Kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab diwakilkan oleh salah satu peserta ICLD Batch VIII yang bertanya “Kapan waktu yang tepat untuk menganalisis dan evaluasi perda setelah diundangkan?” Menanggapi pertanyaan tersebut Pak Najih menyampaikan bahwa sampai saat ini analisis dan evaluasi sering kali menjadi problem di setiap daerah di Indonesia. Menganalisis dan mengevaluasi Perda biasanya dibutuhkan tiga tahun sekali, bisa jadi ketika terjadi perubahan ekonomi ataupun biasanya harus menunggu apakah ada Peraturan Perundang-Undangan terbaru dimana secara materi muatannya Perda yang sama. Jika ada, maka pada saat itu juga perlu adanya analisis dan evaluasi terhadap Perda tersebut. Maka dari itu, dibutuhkan kecermatan, ketelitian, dan harus update terhadap situasi yang terjadi.

 

Hari kedua (Jum’at, 28 Juli 2023) penyampaian materi sesi pertama yang disampaikan oleh narasumber Ibnu Sam Widodo, S.H., M.H., menjelaskan mengenai omnibus law dalam pembentukan peraturan daerah. Berangkat dari Arahan Presiden RI Joko Widodo salah satunya yaitu Penyederhanaan Regulasi, Indonesia saat ini mengalami kondisi peraturan perundang-undangan yakni hiperregulasi. Untuk menyederhanakan regulasi, salah satunya dapat menggunakan metode omnibus. UU Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas UU 12 Tahun 2011 menjadi dasar pemberlakuan adanya metode omnibus yang diakomodasi dalam Pasal 64. Dengan adanya Omnibus dalam UU Nomor 13 Tahun 2022, terdapat beberapa tantangan salah satunya yaitu penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu rancangan perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Hal yang menjadi pertanyaan kemudian dalam pembentukan peraturan daerah adalah apa saja materi muatan peraturan daerah yang dapat menggunakan metode omnibus. Konsekuensi penerapan omnibus law antara lain: 1) UU yang lama masih tetap berlaku, kecuali sebagian pasal yang telah diganti atau dinyatakan tetap berlaku; dan 2) UU yang lama tidak diberlakukan lagi, apabila pasal yang diganti atau dinyatakan tidak berlaku merupakan inti/ruh dari UU tersebut.

Omnibus law seringkali disamakan dengan kodifikasi, meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu simplifikasi regulasi. Namun perbedaan omnibus law dengan kodifikasi yang paling mencolok adalah omnibus terdiri dari banyak muatan, sedangkan kodifikasi diberlakukan terhadap materi yang sama atau sejenis. Adapun peluang peraturan daerah yang dapat menggunakan omnibus yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pengelolaan Aset, dan materi muatan terkait Desa. Beliau mengatakan bahwa untuk menggunakan metode omnibus dalam pembentukan peraturan daerah harus terlebih dahulu melihat pada dasar hukum pemberlakuan omnibus pada peraturan daerah, kemudian juga menyesuaikan dengan praktik pembentukan peraturan daerah untuk menentukan materi muatan apa saja yang dimasukkan dalam peraturan daerah dengan metode omnibus.

 

Hari kedua (Jum’at, 28 Juli 2023) penyampaian materi sesi kedua oleh Syahrul Sajidin, S.H., M.H. salah satu Narasumber kegiatan ICLD VIII juga merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, sekaligus Peneliti PPOTODA, membawakan materi bertajuk “Bahasa Hukum Peraturan Perundang-Undangan.” Dalam acara tersebut, beliau mengungkapkan bahwa penguasaan terhadap kaidah bahasa merupakan hal penting dalam dunia hukum. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi berartikulasi yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan pikiran dan perasaan. Bahasa merupakan alat bernalar, memahami bahasa artinya memahami cara menafsirkan. Hukum dan bahasa memiliki keterkaitan karena bahasa menjadi instrumen untuk mengungkapkan pikiran yg sistematis dan logis dari konstruksi hukum. Tanpa melalui pengungkapan bahasa yang baik hukum tidak akan dipahami dan tersosialisasi kepada masyarakat sehingga berpengaruh pada ketidakefektifan pelaksanaan hukum. Selain itu, enguasaan bahasa hukum juga berguna untuk menciptakan kepastian hukum. Bahasa hukum harus lugas, objektif, efektif dan efisien agar tidak menimbulkan multitafsir bagi aparat penegak hukum.

Oleh karena itu bahasa terutama dalam hal perancangan perundang-undangan adalah hal penting yang harus dikuasai bagi pegawai pemerintah agar jangan sampai pengungkapan konstruksi hukum dalam peraturan daerah menimbulkan multitafsir ataupun bertentangan dengan peraturan tertulis lainnya.

 

Hari kedua (Jum’at, 28 Juli 2023) penyampaian materi sesi ketiga, materi tentang perkembangan sanksi pidana dalam pembentukan produk hukum daerah disampaikan oleh dua narasumber sekaligus yaitu Hanugrah Titi Habsari S., S.H., M.H. dan Ladito Risang Bagaskoro, S.H., M.H., Ibu Titi mengawali materi ini dengan menjelaskan sanksi pidana pengantar yaitu kondisi sebelum dan sesudah adanya KUHP Nasional yang akan mendasari penilaian perlu atau tidaknya kemudian sanksi pidana dimuat dalam perda. Salah satu hal baru yang dinormakan dalam KUHP Nasional adalah tujuan pemidanaan yang dimuat dalam Pasal 51 UU Nomor 1 Tahun 2023 yaitu mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat; memasyarakatkan terpidana dengan mengandalkan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna; menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan adamai dalam masyarakat; dan menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Penyampaian materi kemudian disambung oleh Bapak Dito yang membicarakan ketentuan sanksi pidana dalam peraturan daerah, catatan dari UU No 1/2023 tentang KUHP. Beberapa konsekuensi berlakunya UU No 1/2023 pada 2 Januari 2023 terhadap sanksi pidana dalam peraturan daerah yaitu hilangnya jenis pidana kurungan, yang akan diubah menjadi denda; untuk perda yang telah memiliki sanksi pidana berupa kurungan, penerapannya diganti dengan denda 1 juta apabila kurang dari 6 bulan/ kat. 1 dan denda 10 juta apabila 6 bulan/ kat. 2 (Pasal 79); apabila diberikan secara alternatif dan dengan denda, maka tunduk pada aturan yang berlaku, yaitu merujuk pada UU 12/2011 dan UU 23/2014, yaitu 50 juta/ kat. 3. Pak Dito juga menyampaikan bahwa pengaturan sanksi pidana dalam peraturan daerah ke depan akan menggeser paradigma kurungan menjadi pidana denda. Sesuai dengan UU 12/2011 dan UU 23/2014, pidana denda 50 juta, yang mana dalam UU 1/2023  masuk dalam kategori III. Terkait dengan sanksi, khususnya sanksi yang dikenakan kepada pemerintah daerah, tidak disarankan karena akan memperberat kinerja pemerintah daerah. Pengaturan sanksi, baik administrasi maupun pidana, perlu dicermati, apakah dimungkinkan untuk dikenakan atau tidak dalam rangka efektivitas pengaturan.

 

Hari kedua (Jum’at, 28 Juli 2023) penyampaian materi sesi keempat,  materi tentang “Sanski Administratif, Pedang Sekaligus Tameng Pemerintah Daerah”Sanksi adalah sebuah hukuman atau tindakan memaksa yang dihasilkan dari kegagalan untuk memathui hukum. Dalam konteks administrasi, sanksi administrasi menghukum dan memberikan efek pemulihan keadaan seperti semula (repatoir), sekaligus menampilkan dirinya sebagai ancaman tegas sehingga kepatuhan terhadap hukum dapat memungkinkan pencegahan dini dari keinsafan administrasi (preventif). Demikian pentingnya sanksi administratif disampaikan secara kompherensif oleh Mohamad Rifan, S.H., M.H dalam Intensive Course Legal Drafting Batch VIII. Pelatihan yang mengusung tema besar “Tata Kelola Regulasi Daerah dalam Perkembangan Hukum Nasional-Daerah Pasca Penetapan UU Cipta Kerja” ini dihadiri sebanyak kurang lebih 100 Peserta yang tersebar pada Organisasi-Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se-Jawa Timur, bahkan ada juga OPD dari Daerrah Istimewa Yogyakarta.

Dalam pelatihan yang diselenggarakan pada Jumat 28 Juli 2023, hari ke-2 dari total 3 hari pelatihan, Mohamad Rifan, S.H., M.H memberikan grand desain sanksi administratif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menekankan pada fungsi preventifnya. Artinya baha dengan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan pelanggaran administratif dan menempatkannya sebagai sebuah sebab sanksi hukum, pemerintah dapat menghemat sumber daya yang barangkali bisa mubair ketika pelanggaran itu teradi. Biaya penindakan, waktu, belum lagi penanggulangan dampak pelanggarna. Hal ini dimungkinkan dengan partisipasi masyarakat daerah dalam penyusunan kebijakan penetapan sanksi administratif. Dengan membuka ruang partisipasi, pembuat kebijakan dan masyarakat daerah dapat mencapai kesepahaman berkenaan dengan apa itu sanksi administratif dan muatan-muatan serta batas apa saja yang ditetapkan dalam sanksi administratif menginagt kondisi eksisting setiap daerah yang berbeda

Harmonisasi Regulasi Jadi Point Penting Reformasi Hukum

Reformasi hukum menjadi suatu kebutuhan yang mendesak dalam memperbaiki sistem hukum, yang bersama kita ketahui tidak berjalan cukup baik disini. Salah satu faktor penting dalam penetapan reformasi hukum adalah harmonisasi regulasi. Harmonisasi regulasi mengacu pada proses menyelaraskan peraturan dan kebijakan hukum yang ada, menjadi point penting dalam mencapai tujuan reformasi hukum yang efektif dan berkelanjutan.

Sanski administratif dapat diberikan dalam sebuah produk hukum daerah jika memang mendapat delegasi yang jelas dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Diskusi yang berjalan hampir dua jam ini sedikit banyak membahas bagaimana sanksi administratif diterapkan dalam peraturan perundang-undangan daerah. Misalnya yang menarik adalah bagaimana Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang sifatnya bukan menjalankan Peraturan Daerah (Perda) menetapkan sanksi administratif. Secara yuridis diketahui baha Perda memiliki dasar penetapan sanksi administratif dalam UU No.12 Tahun 2011, namun terkait Perkada tidak diatur secara eksplisit dalam UU a quo tentang penetapan sanksi administratif sehingga menjadi kurang jelas jika bukan didelegasikan oleh Perda.

Besaran nominal pasti dalam sanksi administratif juga turut menjadi perhatian peserta yang terdiri dari OPD se-Jawa Timur dan DIY. Menetapkan nominal sanksi administratif perlu mengedepankan kehati-hatian terutama terhadap UU yang merupakan produk hukum nasional mengingat kedudukannya sebagai pedoman produk hukum daerah dibawahnya. Contohnya Pasal 25 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memberikan delegasi kepada Perda untutk menetapkan besaran sanksi administratif tanpa nominal dengan frasa “Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa denda harian atau denda tetap, dengan besaran yang ditetapkan dalam peraturan daerah”. Sehingga Perda dapat menyesuaikan dengan mempertimbangkan eksisting daerah. Bayangkan sanksi administratif ditetapkan dengan nominal, katakanlah Rp.10.000.000 (Sepuluh juta rupiah), maka Perda tidak memiliki kuasa untuk menetapkan dengan nominal dibawahnya, dan apabila dipaksakan mengikuti UU dengan nominal demikian maka resistensi adalah sikap yang mungkin dilakukan oleh masyarakat. Oleh karennaya harmonisasi dalam penetapan sanksi administratif penting untuk dilakukan.

Sanksi Administratif Lebih Baik Dari Pidana, Kecendrungan “Profit Oriented” Pemerintahan Daerah?

Pemerintahan Daerah disebut cenderung memakai sanksi administratif daripada sanksi pidana denda. Hal ini didasarkan pada logika bahwa sanksi administratif akan masuk pada kas daerah sedangkan pidana denda masuk pada kas negara. Perlu digaris bawahi bahwa daerah dalam menetapkan sanksi tentunya berdasar pada hukum yang lebih tingi, sehingga orientasi Pemerintahan Daerah dalam penerapan sanksi adalah tertib hukum, dan bukan berorientasi pada keuntungan sebagaimana halnya swasta.

Sanksi administratif pada produk hukum daerah tidak melulu tentang coercive sum atau uang paksa, melainkan memiliki bentuk lain sebagaimana termanahkan dalam pasal 5 ayat (5) Permendagri No.80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No.129 Tahun 2018. Dugaan bahwa Pemerintahan Daerah mengedepankan sanksi administratif sebagai keuntungan daerah belaka merupakan konsekuensi logis dari intensnya penerapan sanksi uang paksa, dan bijaknya harus dipandang sebagai kritik daerah yang membangun. Indikasi tersebut dalam produk hukum daerah yang demikian dapat dijadikan evaluasi dan pertimbangan pembentukan hukum daerah kedepannya.

 

Di hari ketiga (Sabtu, 29 Juli 2023) sesi pertama, kegiatan  Intensive Course Legislative Drafting Batch VIII, dibuka dengan materi segar tentang Unifikasi Peraturan Daerah Pada Sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Melalui materi ini membuka cakrawala bahwa betapa pentingnya melakukan mebahas tentang hal ini. Pemaparan materi dibagi menjadi kedua babak, pertama diawalai oleh Muhammad Cendekiawan, S.H, M.H. yang membahas tentang unifikasi terkait pembayaran pajak, adanya unifikasi ini menjadi poin penting agar telaksananya efisiensi pemerintahan, unifikasi ini sebagai bentuk delegasi pasal 94 uu nomor 1 tahun 2023 tentang hkpd bahwasanya disebutkan bahwa jenis pajak dan retribusi, subjek pajak dan wajib pajak, subjek retribusi dan wajib retribusi, objek pajak dan retribusi, dasar pengenaan pajak, tingkat pengenaan retribusi, saat terutangnya nilai utang piutang pajak, untuk seleruh jenis pajak retribusi ditetapkan dalam satu perda. Desain pajak dan retribusi daerah bertujuan untuk menguatkan local taxing power karena sejatinya di daerah memiliki peluang meningkatkan penarikan pajak di daerah. Ada 3 titik poin yaitu untuk meningkatkan local taxing power                                                                                                                                                                                                                                                                                     

  1. Menurunkan biaya administrasi dan pemungutan pajak
  2. Harmonisasi dengan peraturan lainnya
  3. Memperluas Basis Pajak

Kemudian materi dilanjutkan oleh Bahrul Ulum Annafi, S.H., M.H. Pada penyampainnya pemateri menyampaikan bagiamana daerah harus bergerakan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada dan didukung pada pelaksanaannya, diperlukan strategi khusus jika kita ingin pelaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Perda dan Perkada menjadi poin sentral dalam meningkatkan local taxing power. Perkada harus memperhatikan 4 hal yang diamanatkan UU HKPD diantaranya :

  1. Pengecualian Nama pengena, jenis, ukuran, bentuk, dan bahan reklame
  2. Perhitungan Nilai Sewa Reklame
  3. Penetapan Peninjauan Tarif Retribusi
  4. Pemberian Insentif Fiskal

Penyusunan Perda dan Perkada ini memerlukan waktu, meskipun demikian jika sudah jadi proses penarikan pajak daerah akan lebih mudah. Setelah pemaparan berakhir kemudian dilanjutkan ke sesi diskusi, selama diskusi berlangsung terdapat tiga pertanyaan dan dijawab secara memuaskan oleh kedua pemateri. Salah satu pertanyaan yang ditanyakan yaitu “NA Sudah dibuat, tapi ada regulasi dan penerapan ini membuat adanya penyesuaian, mohon arahan dan petunjuk terkait dengan Raperda ini” Pertanyaan ini disampaikan oleh Peserta Bernama Roro Devi. Sesi ini kemudian berakhir pada pukul 09:50 dan dilanjut ke sesi X yang membahas tentang HAM.

 

Hari ke 3 (Sabtu, 29 Juli 2023) sesi kedua, pelaksanaan kegiatan Intensive Course Legislative Drafting Batch VIII, tidak kalah menarik dari materi sebelumnya, Fransiska Ayulistya S, S.H., LL.M. salah satu Narasumber kegiatan ICLD VIII juga merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, sekaligus Peneliti PPOTODA, membawakan materi ke 10 yang bertajuk “Pentingnya Landasan Hak Asasi Manusia dalam Pembentukan Peraturan Daerah” antusias peserta mengikuti kegiatan ICLD VIII ini dari hari pertama hingga hari terakhir sangat luar biasa, keaktifan peserta disetiap sesi dalam berdiskusi, berbagai potret permasalahan maupun hambatan yang dihadapi di Daerah menunjukkan ketertarikan peserta pada Topik yang sedang dibahas, Fransiska Ayulistya S, S.H., LL.M. menjelaskan, Dasar Hukum utama HAM di Indonesia adalah UU NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA. Pengaturan dasar HAM, Hampir seluruh HAM diatur dalam pengaturan ini, selanjutnya dalam UU NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. Menegaskan hanya mengatur terkait Pelanggaran HAM Berat Genosida dan Kejahatan Terhadap kemanusianan. Negara berkewajiban untuk Memenuhi, Melindungi, Menghormati, Mencari dan Menyediakan Hak Asasi Manusia. Sementara itu Pemenuhan HAM di Daerah di Dasarkan pada Perpres Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025. RANHAM Tahun 2021-2025 (Pemenuhan Kriteria HAM di Daerah) dan PERMENKUMHAM NO 22/2021 DAERAH KAB/KOTA PEDULI HAM (Terciptanya Kota Layak HAM). Alasan Perlunya Pengaturan HAM di Daerah:

  • Diamanatkan aturan di atasnya
  • Terciptanya Kota/Kabupaten Layak HAM
  • Daerah memiliki tanggung jawab untuk menghormati, memenuhi, melindungi, penegak, pemaju HAM di Daerah
  • Setiap orang punya HAK termasuk pegawai Pemerintah
  • Terciptanya wilayah yg aman dan tentram

Selain itu, dalam pemenuhan HAM di Daerah mengalami beberapa Tantangan, meliputi:

  • lemahnya kemauan politik dari pemerintah daerah terbatasnya kapasitas kelembagaan dan/atau sumber daya;
  • kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah;
  • terbatasnya informasi tentang hasil yang diharapkan dari penerapan HAM di tingkat daerah;
  • terbatasnya pengakuan terhadap peran dan partisipasi masyarakat sipil; f. tidak adanya pengakuan prioritas atas kewajiban HAM untuk pemerintah daerah dari para donor dan lembaga pembangunan internasional dalam konteks desentralisasi.

Akhir kesimpulan dari pemaparan Materi ke 10 ini, Fransiska Ayulistya S, S.H., LL.M.  memberikan saran Konkrit yaitu adanya Produk Hukum yang Sensitif HAM.

Tidak hanya sampai disitu, topik yang dibawakan mendapatkan respon yang baik dari peserta. Dalam sesi Diskusi setidaknya 5 pertanyaan disampaikan oleh peserta dan langsung ditanggapi oleh Narasumber. Viky Bag. Hukum, Kab. Malang salah satu peserta mempertanyakan terkait adanya UU 35/2009 melarang penggunaan Ganja, sedangkan ganja juga dibutuhkan secara medis, lalu bagaimana menyikapi hal tersebut? apa bertentangan dengan HAM? Fransiska Ayulistya S, S.H., LL.M.  dalam tanggapannya menjelaskan, Untuk kebutuhan tertentu (Kesehatan) diperbolehkan, asalkan tidak disalah gunakan, hak asasi di kesampingkan apabila mengganggu ketertiban umum, sama halnya dengan Ganja apabila digunakan tanpa kebutuhan medis/adanya penyalahgunaan maka Hak Asasinya dikesampingkan, karena dapat mengganggu ketertiban umum. Sesi ini berlangsung selama 80 menit, dimulai pada Pukul 10.10 WIB dan berakhir pada Pukul 11.30 WIB.

 

Hari ke 3 (Sabtu, 29 Juli 2023) sesi ketiga, diskusi yang berlangsung lebih 1 jam, salah satu poin yang disampaikan oleh Narasumber Solehuddin, menjelaskan Pengaturan dan mekanisme penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil di daerah. Pertama narasumber memulai pembahasan tentang hukum pidana secara formil dan hukum pidana secara materil. Lanjutnya narasumber juga menjelaskan tentang pengertian hukum acara pidana menurut para ahli.

Lanjutnya Tujuan Hukum Acara Pidana adalah mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu peristiwa pidana. Penyidikan Pegawai negeri sipil (PPNS) Adalah PNS yg diberikan tugas melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan perda sesuai dgn ketentuan peraturan perUUan, jadi tidak semua PNS dapat melakukan Penyidikan.

Apabila kita mengkaji dasar PPNS, kitab membagi dari tiga dasar yaitu secara filosofis, sosiologis dan yuridis. Lanjutnya dari dasar filosofis, PPNS dapat di lihat dari UUD NRI 1945 pasal 18 Ayat (6), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (1) dan Ayat (4), Pasal 28J Ayat (1) dan Ayat (2).

Dari segi Sosiologis, jika melihat kondisi eksisting di jawa timur masih banyak banyak daerah yang belum mempunyai Perda tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil, jika ditelusuri pada JDIH di berbagai daerah lingkup Jawa Timur ditemukan Peraturan Daerah memuat sanksi pidana, akan tetapi belum ditemukan adanya mekanisme terhadap penegakan sanksi pidana jika terdapat pelanggaran. Dari segi yuridis diklasifikasikan urusan Pemerintahan yakni Absolut, konkuren dan dan urusan Pemerintahan umum.

Regulasi PPNS Dalam Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yakni: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kode Etik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kode Etik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah; Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengangkatan, Pelantikan dan Pengambilan Sumpah atau Janji, Mutasi, Pemberhentian, dan Pengangkatan Kembali Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Serta Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Mekanisme Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Daerah:

  • Tugas Dan Wewenang
  • Hak Dan Kewajiban
  • Persyaratan, Pengangkatan, Mutasi Dan Pemberhentian
  • Kode Etik PPNS
  • Pengawasan, Pengamatan, Penelitian, Dan Pemeriksaan
  • Administrasi Penyidikan
  • Sekretariat PPNS
  • Standart Operasional Prosedur
  • Pakaian Dinas Dan Atribut PPNS
  • Kartu Tanda Pengenal
  • Pendidikan Dan Pelatihan
  • Pembinaan PPNS
  • Kerjasama
  • Pembiayaan.

Jalannya diskusi ini direspon baik oleh para peserta salah satunya Baruna dari bagian hukum Kab. Malang yang memberikan pertanyan yang tulis dalam kolom chat zoom “dalam pelaksanaan perda pajak daerah dan retribusi daerah, apakah jurusita pajak bisa dikategorikan dalam PPNS? karena jurusita mempunyai kewenangan penyitaan dan penyanderaan” dan retno dari biro hukum yang menanyakan “Izin bertanya, dalam ranah perizinan, apakah ada prioritas penerapan sanksi administratif dengan sanksi pidana, atau bisa dilakukan berbarengan? Misalnya, melakukan usaha tanpa izin. apakah langsung menegakan sanksi pidana, atau bisa dilakukan teguran sampai dengan penghentian kegiatan usaha dulu? Atau bisa dilakukan secara bersamaan?”. Secara singkat narasumber langsung menjawab dari pertanyaan-pertanyan yang masuk lewat.

Kanal Terkait

Satukanal.com