Satukanal.com, Nasional– Berbicara mengenai ibu kota baru yang bakal diberi nama Nusantara, tentu tidak terlepas dari sejarahnya. Bagaimana sejarah nusantara? Simak ulasannya berikut.
Istilah Nusantara kerap digunakan sebagai padanan nama Indonesia. Penggunaan istilah ini dimulai pada awal abad ke-20, ketika Ki Hajar Dewantara memilih Nusantara sebagai nama alternatif Hindia Belanda.
Dalam Kitab Negarakertagama
Istilah Nusantara muncul pula dalam Kitab Negarakertagama, yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit. Nusantara sendiri terdiri atas dua kata yang berasal dari bahasa Jawa kuno, yaitu nusa, yang artinya pulau, dan antara, yang berarti luar atau seberang.
Dalam Negarakertagama, Nusantara mencakup sebagian besar wilayah Indonesia saat ini dan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei. Secara politis, kawasan Nusantara terdiri dari gugusan atau rangkaian pulau yang terdapat di antara benua Asia dan Australia.
Secara politis, kawasan Nusantara terdiri dari gugusan atau rangkaian pulau yang terdapat di antara benua Asia dan Australia. Dalam perkembangan selanjutnya, Nusantara pernah digunakan dalam literatur berbahasa Inggris untuk menyebut Kepulauan Melayu.
Nusantara dalam penggunaan yang lebih luas mencakup tanah budaya dan bahasa yang berhubungan dengan Austronesia, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, Filipina, Brunei, Timor Timur dan Taiwan, tidak termasuk Papua Nugini.
Masa Kerajaan Majapahit
Sebutan Nusantara pertama kali digunakan pada masa Kerajaan Majapahit, atau sekitar abad ke-14. Bukti bahwa penggunaan istilah Nusantara lahir pada masa Majapahit dapat dilihat dari isi Sumpah Palapa, yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada pada 1336.
Dalam sumpahnya, Gajah Mada bersikeras tidak akan menikmati kesenangan sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Sumpah itu diucapkan saat pengangkatannya menjadi Patih Amangkubumi Majapahit.
Sumpah Palapa berbunyi, “Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa.”
Artinya, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa.”
Kala itu, istilah Nusantara digunakan untuk menyebut daerah di luar Majapahit yang perlu ditaklukkan. Jadi, pada masa Majapahit, istilah Nusantara dipahami sebagai pulau-pulau yang berada di luar pusat pemerintahannya yang berada di Jawa, tepatnya di Mojokerto, Jawa Timur.
Dapat dikatakan bahwa menurut Gajah Mada, sebagian Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur) justru tidak termasuk dalam istilah Nusantara. Hal ini karena kerajaan-kerajaan di tanah Jawa sudah berada langsung di bawah pemerintahan Majapahit.
Dihidupkan Kembali Ki Hajar Dewantara
Setelah majapahit runtuh pada abad ke-15, istilah Nusantara sempat terlupakan. Kemudian pada awal abad ke-20, istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa yang juga merupakan tokoh pendidikan nasional.
Kala itu, istilah Nusantara banyak digunakan dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan. Nusantara kemudian digunakan sebagai nama alternatif untuk menyebut Hindia Belanda, yang meliputi seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia ditetapkan sebagai nama resmi Indonesia, Nusantara tetap digunakan hingga saat ini sebagai padanan nama Indonesia. (Adinda)